TRANSFORMASI MEDIA NOVEL DALAM MIHRAB CINTA
KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY KE FILM
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehidupan kita bertumpu pada tiga nilai yaitu nilai logika nilai etika dan nilai estetika.
Nilai logika berbicara tentang benar-salah, nilai etika berbicara
tentang baik-buruk dan nilai estetika berbicara tentang indah-tidak
indah. Logika diatur oleh agama, etika diatur oleh norma dan estetika
diatur oleh art (seni).
Agama dibuat atau ditentukan oleh Tuhan. Ketentuan tersebut tidak dapat
dibantah kebenarannya. Norma dibuat oleh sekelompok orang untuk
kepentingan kelompok tertentu. Antara satu kelompok dengan kelompok lain
norma yang berlaku berbeda-beda bergantung pada kelompok tersebut.
Sedangkan seni dibuat oleh masing-masing individu tetapi hasilnya dapat
dinikmati oleh setiap orang tanpa batas ruang dan waktu. Hikayat Hang
Tuah adalah salah satu hasil seni dari seseorang. Karya Hang Tuah adalah
hasil karya seorang sastrawan sebelum Indonesia merdeka. Namun hasil
karya ini masih bisa di nikmati waktu sekarang dan seterusnya juga oleh
setiap siapa saja di dunia ini. Inilah bukti nyata bahwa seni adalah
hasil karya seseorang yang tidak terbatas oleh ruang dan waktu.
Dalam
sejarah peradaban manusia telah bermacam-macam wujud, jenis dan bentuk
seni yang dibuat. Di antara yaitu seni lukis, seni pahat, seni ukir,
sastra dan film. Untuk kepentingan penelitian ini seni yang akan
peneliti singgung adalah seni Sastra dan film. Sastra dan film merupakan
dua jenis seni yang berbeda. Sastra menggunakan bahasa sebagai media pengantarnya sedang film menggunakan audio visual
sebagai pengantarnya. Namun, perbedaan tersebut bukan berarti antara
sastra dan film tidak bisa disatukan. Salah satu cara penyatuannya yaitu
dengan mengngkat cerita novel menjadi sebuah film, atau bahasa
sederhananya yaitu nofel difilmkan. Kasus semacam ini sudah banyak
dilakukan oleh industri perfilman di dunia. Di ataranya yaitu film Harry Potter dari novel Harry Potter, film Twilligt dari novel Twilligt, film The Lord of the Rings dari novel The Lord of the Rings film The Shawshank Redemption dari novel The Shawshank Redemption, film Roro Mendut dari novel Roro Mendut, film Laskar Pelangi dari novel Laskar Pelangi, film Wanita Berkalung Sorban dari Wanita Berkalung Sorban,dan lain-lain.
Dan akhir-akhir ini karya-karya Habiburrahman El Shirazy juga banyak di
angkat menjadi sebuah film. Yang sudah beredar diantaranya yaitu film Ayat-ayat Cinta yang diangkat dari novel Ayat-ayat Cinta,film Ketika Cinta Bertasbih I dan II yang diangkat dari novel Ketika Cinta Bertasbih I dan II dan yang paling baru yaitu film Dalam Mihrab Cinta yang diangkat dari novel Dalam Mihrab Cinta. Film Dalam Mihrab Cinta masih belum beredar dalam bentuk kepingan kaset, tetapi sudah bisa ditonton di bioskop-bioskop dan dapat diunduh di situs www.youtube.com.
Umumnya
film-film yang diangkat dari novel melibatkan dua orang penting yaitu
pengarang dan sutradara. Cerita dalam novel ditentukan oleh sudut
pandang pengarang, sementara cerita dalam film diatur oleh sutradara.
Maka dengan demikian, ketika novel difilmkan difilmkan maka cerita atau
kisah yang diceritakan tidak lagi bertolak pada sudut pandang pengarang
melainkan berpindah sudut pandang sutradara. Sudut pandang pengarang dan
sudut pandang sutradara jelas berbeda. Sudut pandang pengarang berpusat
pada kualitas novel dan seni bahasa, sedangkan sudut pandang sutradara
berpusat pada kulaitas film dan untuk kepentingan komersial. Sehingga
kita tidak heran, jika antara novel dan filmnya banyak perbedaan. Banyak
peristiwa dalam novel tidak ditayangkan pada filmnya dan banyak pula
peristiwa yang tidak ada dalam novel tetapi dalam filmnya ada. Ini semua
tidak terlepas dari andil sutradara yang mengambil alih pemilikan
cerita.
Namun,
bagaimana jika pengarang novelnya sendiri yang menjadi sutradanya
langsung dalam filmnya? apakah antara novel dan filmnya akan terjadi
banyak perbedaan atau perbedaan tersebut hanya sedikit? Pertanyaan
inilah yang membenak dalam hati peneliti sehingga peneliti ingin untuk
mengakajinya.
Kasus semacam ini terjadi pada film Dalam Mihrab Cinta yang di angkat dari novel Dalam Mihrab Cinta. Novel Dalam Mihrab Cinta ditulis oleh Habiburrahmana El Shirazy (Kang Abik) sekaligus menyutradarai film Dalam Mihrab Cinta.